Jumat, 08 November 2013

Kasus Citibank




Disusun Oleh
Fera Lufhidarani Pranita ( 22210722 )
Irfan Fathurrahman ( 23210599 )
Nauli Ernesta Tarigan ( 28210970 )
R.Hudy Adinurwijaya ( 25210478 )
Randy Atmana ( 25210627 )
Riesca Amanda ( 25210927 )

Kelas : 4 EB 23


Bab I
Pendahuluan

1.1  Latar Belakang
Citibank didirikan pada 1812 sebagai Bank Kota New York. Pada 1894 di menjadi bank terbesar di Amerika Serikat. Pada 1902 dia mulai mengadakan perluasan ke seluruh dunia dan menjadi bank pertama di AS yang memiliki departemen luar negeri. Pada 1930 dia menjadi bank terbesar di dunia dengan lebih dari 100 cabang di 23 negara. Dia mengubah namanya menjadi The First National City Bank of New York pada 1955, dan kemudian menjadi First National City Bank pada 1962 dan menjadi Citibank pada 1976.

Citibank adalah bank AS pertama yang memperkenalkan ATM di 1970-an, dalam rangka pengurangan "teller" manusia dan memberikan akses akun 24-jam. Citibank sekarang ini adalah konsumen dan perusahaan bank dari jasa finansial raksasa Citigroup, perusahaan terbesar jenisnya di dunia. Citibank beroperasi di lebih dari 50 negara di dunia. Lebih dari setengah dari 1.400 kantornya berada di AS, kebanyakan di New York, New York, Chicago, Illinois, Miami, Florida, dan Washington, DC, dan juga di California.

Bank ini juga menawarkan produk asuransi dan investasi. Mereka menawarkan pelayanan online dan merupakan salah satu yang paling sukses, dengan sekitar 15 juta pengguna.

Citibank, N.A., Indonesia Branch (“Citibank”) merupakan cabang dari Citibank, N.A. yang berkantor pusat di New York, U.S.A. Citigroup Inc. (“Citigroup”) sepenuhnya memiliki Citibank,N.A. City bank pertama kali hadir di Indonesia pada tahun 1918 melalui perusahaan sebelumnya yaitu, The International Banking Corporation di Batavia dan Surabaya. Walaupun cabang tersebut sempat ditutup pada tahun 1920an, Citibank kembali hadir di Jakarta pada tahun 1968 dan menawarkan berbagai layanan perbankan

Global Consumer Group merupakan salah satu bisnis utama di Citibank Indonesia yang mengelola pelayanan keuangan pasar konsumen. Terdiri dari 4 kelompok bisnis, yaitu Layanan Perbankan (Retail Banking), Kartu Kredit, Kredit Tanpa Agunan – Personal Loan dan Citifinancial.






Bab II
Pembahasan

2.1 Alur Kasus Citibank
Kasus pembobolan dana nasbah Citibank senilai Rp 40 miliar oleh Inong Malinda alias Melinda Dee yang menjabat Relationship Manager Citigold di bank tersebut merupakan salah satu kasus hukum paling banyak menyita perhatian masyarakat di tahun 2011. Selain nilai kejahatannya yang cukup fantastis, kasus ini merembet ke masalah privat karena gaya hidup mewah Melinda bersama suaminya Andhika Gumilang.
Aset yang dimiliki berupa koleksi mobil mewahnya seperti Hummer, Mercedes Benz dan Ferrari yang harganya di atas Rp1 miliar. Latar belakang Andhika yang pernah menjadi artis juga turut menarik perhatian seluruh dunia.
Pembobolan simpanan nasabah oleh Melinda selama kurang lebih tiga tahun berakhir 23 Maret 2011 setelah delapan penyidik dari Direktorat Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menangkap Melinda di apartemennya di kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Tim dari Mabes Polri bergerak setelah mendapat laporan pihak Citibank pada bulan Januari.
Dalam keterangan saksi di pengadilan terlihat modus yang digunakan Melinda, yakni dengan menyalahgunakan kepercayaan para nasabah terhadap dirinya. Oleh Melinda, nasabah-nasabah kaya dan sibuk itu diberikan blanko kosong untuk ditandatangani agar memudahkan transaksi. Namun ternyata Melinda mencuri uang tersebut sedikit-demi sedikit tanpa disadari pemilik rekening melalui persekongkolan jahat dengan bawahannya, Dwi Herawati, Novianty Iriane dan Betharia Panjaitan selaku Head Teller Citibank.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa Melinda melakukan penggelapan dan pencucian uang dalam kurun waktu 22 Januari 2007 hingga 7 Februari 2011 melalui 117 transaksi, dimana 64 transaksi di antaranya dalam bentuk pecahan rupiah senilai Rp27,36 miliar dan 53 transaksi senilai 2,08 juta dolar AS.
           2.2 Cara penipuan yang dilakukan oleh Melinda Dee
 Guna meraih kepercayaan nasabah, wanita 47 tahun tersebut terlebih dahulu memperlakukan mereka secara istimewa, misalnya dengan melayani di ruang khusus di kantor Citibank. Perlakuan ini tidak hanya diberikannya dalam waktu singkat, tetapi hingga puluhan tahun sampai nasabah sangat percaya.
Dari sini, Melinda secara cermat menelisik pola transaksi nasabah yang bersangkutan, kemudian mengajukan blanko kosong untuk ditanda tangani. Blanko inilah yang dia gunakanan untuk menarik dana dengan memerintahkan Dwi mentransfer uang ke beberapa perusahaan miliknya. Melinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah, sehingga nasabah seolah-olah datang ke bank untuk melakukan transaksi.
Untuk mengaburkan bukti kejahatan, Melinda membuat perusahaan pribadinya yang dialiri dana nasabah Citibank atas nama orang lain. Pada akhirnya, uang inilah yang digunakannya, antara lain untuk menyicil angsuran mobil super mewah seperti Ferrari.
Rohly Pateni, salah satu nasabah yang menjadi korban Melinda. Dia mengaku sangat percaya kepada Melinda karena sudah 18 tahun menjadi nasabah Citibank dan ditangani Melinda. Dia jarang mengecek rekeningnya karena sibuk bekerja.
Berdasarkan kesaksian mantan Citigold Executive Head di Citibank Landmark, Reniwati Hamid, Melinda mengalirkan dana nasabah ke empat perusahaan miliknya yaitu, PT Sarwahita Global Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo Resources, dan PT Axcomm Infoteco Centro. Reniwati sendiri menjabat sebagai Direktur Utma di empat perusahaan yang didirikannya bersama Melinda, Roy Sanggilawang, dan Gesang Timora tersebut.
Dari keempat perusahaan ini, Melinda kembali menarik uang untuk kepentingan pribadinya, Andhika maupun adiknya, Visca Lovitasari serta suami Visca, Ismail bin Janim. Andhika menampung uang curian itu dengan membuka banyak rekening dengan identitas berbeda karena menggunakan KTP palsu. Dia juga diseret ke muka pengadilan dengan tuduhan melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menerima dan menampung uang yang diduga hasil tindak pidana istri sirinya.
Andhika didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, d, f UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 ayat (1) UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 263 Ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Adapun Visca ditetapkan diadili setelah menampung dana dari Melinda senilai lebih dari Rp 8 miliar, dalam kurun waktu 24 Januari 2007 sampai tanggal 19 Oktober 2010. Tahap pertama Melinda menyetor sebesar Rp2.063.723.000. Lalu, Malinda mengirim lagi Rp.5.429.199.000 dan selanjutnya Rp 66juta, dan terakhir Rp 401.480.000. Jaksa mengatakan, dari tiap transaksi itu, Visca mendapat imbalan sebesar Rp 5 juta. Sedangkan suaminya, Ismail yang juga diadili didakwa menampung uang dari Melinda sekira Rp 20,4 miliar sejak bulan Januari 2010 hingga Oktober 2010 dalam 51 kali transaksi.
 Sementara itu, jaksa menjerat Melinda dengan pasal berlapis, yaitu pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pertama, dia dijerat Pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP.
Kedua, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Ancamannya adalah 15 tahun penjara.
 Fakta lain yang cukup menarik adalah keterlibatan Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Marsekal Madya TNI Rio Mendung Thalieb. Dia menjadi Komisaris Utama PT Sarwahita Group Managemen, namun mengaku tak melakukan bisnis dalam perusahaan tersebut. Tidak jelas apakah pengakuan ini benar atau tidak karena tidak pernah ada pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
 Yang belum terungkap dari kasus tersebut adalah identitas dan latar belakang nasabah yang ditangani Melinda yang kabarnya mencapai puluhan orang. Sebab, yang melapor ke polisi hanya tiga orang. Semula, banyak pihak berharap seluruh nasabahnya melapor sehingga di sisi lain juga bisa ditelisik apakah ada di antaranya pejabat negara sekaligus mencari tahu darimana sumber uang itu.
Selain menjerat Melinda, Andhika, Visca, dan Ismail, polisi juga menyeret rekan kerja Melinda yakni Reniwati Hamid, RJ selaku Cash Official Manajer atau atasan teller, dan SW selaku Cash Supervisor Manager. Mereka menyusul Dwi Herawati binti Harno Wijoyo, Novianty Iriane binti Emon, dan Betharia Panjaitan yang lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani persidangan dengan tuduhan turut membantu perbuatan Melinda.
Kasus ini masih akan berlanjut di tahun 2012 karena semua terdakwa masih menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Belum satu pun dari mereka yang dijatuhi vonis oleh hakim. Proses persidangan bisa saja berlanjut hingga beberapa tahun ke depan jika persidangan berlanjut ke tingkat Mahkamah Agung.



Bab III
Kesimpulan
Terlihat dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa kasus tersebut sudah melanggar kode etik perbankan yang dapat merugikan pihak nasabah. Hubungan antara bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain mana pun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undang yang berlaku. Menurut pasal 1 angka 28 undang-undang perbankan, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
3.1 Analisa Dari Segi Perbankan
            Kasus ini  tentunya bisa menimbulkan kerugian dan dampak buruk bagi dunia perbankan Indonesia serta Citibank itu sendiri khususnya pada manajemen likuiditasnya. Manajemen likuiditas adalah  Kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yg telah dikeluarkan kpd nasabah serta pengelolaan atas reserve requirement (RR) atau Primary reserve atau Giro wajib minimum sesuai ketentuan BI, dan secondary reserve. Resiko yang dapat timbul apabila gagal dalam manajemen likuiditas adalah resiko pendanaan dan resiko bunga.
            Bisa dikatakan bahwa implikasi negatif dari kasus ini, Jika Citibank tidak bisa atau tidak memiliki kemampuan dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan nasabah sebab penggelapan dana oleh Malinda Dee ini maka Citibank bisa saja dilikuidasi oleh Bank Indonesia serta hilangnya trust atau kepercayan nasabah dan masyarakat kepada Citibank pada khususnya dan perbankan indonesia pada umumnya. Informasi baru, Citibank mengkonfirmasikan ke masyarakat bahwa pihak Citibank menjamin uang nasabah dan aman.
3.2 Analisa Dari Segi Politik dan Sosial
            Media berpengaruh besar dalam membentuk main set pola pikir masyarakat. Yang terjadi saat ini media dapat dipesan untuk mengabarkan suatu berita dan fokus pada berita tersebut dalam jangka waktu yang sudah ditentukan yang memang sengaja untuk membuat masyarakat lupa dengan kasus besar yang sudah terlanjur menjadi berita besar sebelumnya. Jika kita peka mengamati situasi nasional, maka kasus Malinda dee ini merupakan isu turunan untuk menutupi kasus besar yang pernah terjadi dan diberitakan sebelumnya, sebut saja kasus talangan dana Bank Century dan beberapa kasus lainnya yang memang sedang menyudutkan pemerintah Indonesia sekarang ini.


3.3 Analisa Dari Segi Hukum
             Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuanuntuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah dari kegiatan yang sah. Sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak PidanaPencucian Uang, tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyeelundupan barang/tenaga kerja/imigran, Perbankan,  narkotika, psikotropika, perdagangan budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan penipuan.
            Dengan sudah dikeluarkannya UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ini, tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau diberantas, antara lain kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang yang terdiri atas:
  • Penempatan (placement) yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat, deposito, dan lain-lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan
  • Transfer (layering) yakni upaya untik mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke penyedia jasa keuangan yang lai. Dilakukannya layering, membuat penegak hukum sulit untuk dapat mengetahui asal usul harta kekayaan tersebut
  • Menggunakan harta kekayaan (integration) yakni upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangna melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.
Pelaku dijerat pasal 49 ayat 1 dan 2 UU No 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan dan atau pasal 6 UU No 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU no 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian Uang dan pastinya pelaku dikenakan sanksi berupa denda dan hukuman penjara.